Jujur saja, saya secara asal-asalan menuliskan judul diatas. Sejarahnya adalah ketika kami masih mahasiswa ingin
merasakan makan di Muara Angke (tentunya bs-bs alias bayar sendiri-sendiri, yah namanya jg mahasiswa), nah
kami ngajak temen2 dengan ngomong "Ke Angke yuk!". Lama2 ajakan itu bertambah pendek jadi "Angke yuk!",
dan akhir-akhir ini saya ubah menjadi kata kerja "NgAngke nyook!". Muara Angke yang dimaksud adalah sebuah
pasar ikan dan di seberangnya terdapat deretan rumah makan yang menjual jasa pemasakan ikan2 yang kita beli
dari pasar ikan tersebut.
The fun part dari berkunjung ke sana selain makan adalah belanja ikan, tapi itu mungkin saja gara2 saya ingin
bernostalgia belanja ke pasar tradisional yang becek, bau sayur, daging, ayam, ikan dsb. Kalau anda tipe
orang yang jijik dengan lantai yang bukan hanya becek, tapi banjir oleh air dari es yang mencair
bukan lagi berwarna coklat, tapi berwarna darah ikan, bau ikan, orang lalu-lalang di jalan sempit,
mungkin ini tempat yang akan anda sukai (tapi ingat, pakailah sepatu bot, atau sendal jepit saja sekalian,
soalnya sendal saya.....walaupun sudah direndam pakai deterjen, masih bau ikan selama seminggu :) )
Di sana anda harus pintar memilih ikan, suatu bidang yang saya sendiri gak ahli shg bbrp kali saya dapat ikan yg gak
segar. Kalau anda memang males banget, bisa kok kita mempercayakan pelayan rumah makan untuk membelikan ikan
untuk kita, mungkin harganya agak mahal dibandingkan jika kita yg beli, tapi.... kalau cuma beda Rp.1000-2000?
Setelah beberapa kali ke sana, saya tidak begitu merasakan beda masakan antar rumah makan yang ada, mungkin perbedaannya
terletak pada cara penghitungan tarif. Biasanya mereka menetapkan biaya per orang sekitar Rp.5000-6000 dan biaya
tambahan per kg ikan (jika dimasak selain dibakar). Yang paling saya sukai adalah cumi goreng tepung (enak dan crispy)
dan dan kepiting saus padang (selama pengalaman saya makan, saus padang-nya belum ada yg ngalahin).
O iya, di muara Angke kalau membakar ikan pakai arang dari batok kelapa, bukan dari arang kayu
(ngaruh gak ya? gosipnya sih ngaruh, kalo pakai arang kayu, karsinogennya lebih banyak).
Saya lupa memberitahu, biasanya kami kesana utk "supper yang mendekati breakfast kepagian" alias makan jam 24-an
(jadi saya nggak tau kapan buka dan tutup-nya rumah makan disana). Biasanya per-orang bisa habis Rp.30.000,00
(tapi udah kenyang banget lho).
PS: tips terakhir, carilah rumah makan yang berlawanan dgn arah angin (biar asap pembakaran gak masuk ke rumah
makan itu)